jEN961bnoHWNuQxXMHOhiOEF8a0k3e3ubeGH0V3g
mas Dirman | Narablog

Pernah Bekerja Jadi Penjaga Sarang Burung Walet di Solo

 Pengalaman Pernah Bekerja Jadi Penjaga Sarang Burung Walet ini saya dapatkan di kota Solo yang kalau saya tidak keliru mengingat, waktu itu sekitaran tahun 1999an. Bagaimana saya bisa punya cerita dan pengalaman merantau ke Solo? berikut adalah kisahnya :)

Pernah Bekerja Jadi Penjaga Sarang Burung Walet di Solo

Awal Mula Berangkat Merantau ke Solo

Awalnya sebenarnya tidak ada rencana kesana, hanya saja saat itu sebagai seorang remaja yang mulai beranjak dewasa saya punya keinginan untuk memiliki banyak pengalaman apa saja termasuk bekerja, bergaul dan lain sebagainya dengan cara pergi merantau ke kota lain.

Sebelumnya, setelah lulus SMA saya juga sempat mengenyam pendidikan perkuliahan di Bandung hingga merantau dan jadi pengamen di Bali. Nanti insya Allah saya ceritakan juga kisah pengalamannya di blog ini ya :)

Kembali ke topik cerita utama! -- Saya masih ingat, sebagai modal awal untuk merantau saat itu adalah uang sebesar Rp. 50.000, tahun segitu lumayan lah ya.. walaupun boleh dibilang nekat karena uang segitu cukup buat apa?!

Akhirnya dengan "modal nekat" tersebut, saya pergi dari rumah menuju ke stasiun kereta. Belum punya tujuan akan ke mana. Jadi akhirnya selama 2-3 hari saya hanya tidur di stasiun kereta sembari ngobrol kesana-kemari bersama siapa saja yang saya temui waktu itu. Sampai akhirnya uang saya ternyata tersisa hanya tinggal Rp. 17.000 saja! :)

Tapi kondisi tersebut tidaklah membuat saya mengurungkan niat untuk merantau. Dan setelah mengobrol dengan beberapa pedagang asongan kereta (waktu itu masih boleh berjualan di kereta), saya lalu mendapatkan ide untuk merantau ke "jawa" begitulah istilah yang muncul dalam pikiran saya waktu itu.

Namun karena ketidak cukupan uang untuk ongkos dan lain sebagainya, maka saya membeli beberapa lembar koran yang terbit hari itu untuk dijadikan sebagai "ongkos naik kereta".

Karena faktanya pada waktu itu pedagang yang berjualan di kereta biasanya tidak dimintai ongkos, atau kalaupun sedang ada pemeriksaan, bisa "ngumpet" di kamar mandi agar tidak diturunkan di stasiun terdekat.

Tapi kalaupun diturunkan juga sebenarnya tidak apa-apa, sih.. kan tinggal naik kereta berikutnya saja! :)

Stasiun Kereta Api

Singkat cerita, sampailah saya di stasiun Solo Balapan. "waah sudah sampai di Jawa nih!" begitu yang ada di benak saya waktu itu. Jadilah saya turun di stasiun tersebut. Oh iya.. koran yang saya beli waktu berangkat laku semua di kereta, jadi lumayan lah.. sampai Solo uang saya agak bertambah walaupun sedikit.

Di Solo Terus Ngapain Aja?

Tempat pertama yang waktu itu saya datangi adalah sebuah warung yang lokasinya berada agak sedikit jauh di luar stasiun Solo Balapan. Setelah saya tahu sekarang, warung tersebut dikenal dengan istilah "warung HIK" atau jika di Yogyakarta terkenal dengan nama "Angkringan".

Sembari melepas lelah, rasa haus dan lapar juga kebingungan karena belum tahu harus kemana, saya berusaha untuk mengobrol bersama pembeli lain di warung hik tersebut. Otomatis langsung ketahuan kalau saya bukan dari Solo, karena saya memang waktu itu belum bisa berbahasa jawa.

Karena suasana yang terasa akrab, jadi saya sendiri  waktu itu tidak merasa was-was dan canggung, jadi saat ada yang bertanya saya dari mana, saya bercerita saja seperti apa adanya tentang keberangkatan saya merantau hingga akhirnya sampai di Solo.

Ada yang menyarankan untuk pulang lagi saja kalau tidak punya kenalan atau bahkan keluarga, ada juga yang menawarkan untuk mencoba pergi ke pasar yang menjual kain batik karena menurut mereka biasanya di sana ada saja pekerjaan harian atau mingguan bahkan bulanan yang sifatnya serabutan.

Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan mengikuti arah kaki melangkah saja setelah perut lumayan sudah terisi nasi kucing, beberapa gorengan dan segelas es teh manis yang menyegarkan.

Setelah seharian saya berjalan kaki yang entah menuju ke arah mana, akhirnya sampailah di sebuah Masjid yang cukup besar waktu itu. Kemudian berhenti sekedar untuk istirahat melepas lelah karena sepertinya saya sudah berjalan cukup lumayan jauh, ini terbukti dengan saya merasa cukup lelah dengan keringat bercucuran waktu itu.

Tak terasa sudah melewati waktu 'Isya dan saya masih berada di Masjid tersebut. Karena daripada saya melanjutkan perjalanan malam hari, akhirnya saya memutuskan untuk bermalam saja di Masjid tersebut. Ada dua alasan yang membuat saya memutuskan untuk bermalam di sana:

  1. Karena saya melihat juga sepertinya ada beberapa orang yang bermalam di masjid tersebut, jadi saya berpikir sepertinya boleh bermalam di sini.
  2. Dekat dengan warung hik, jadi saat haus atau lapar, saya bisa merapat ke warung tersebut untuk makan, minum atau mengobrol dengan orang lain.
Dan ternyata benar, setelah agak malam saya bertemu dengan orang yang sepertinya menjadi pengurus di Masjid tersebut atau mungkin marbot (karena beliau datang untuk sedikit bersih-bersih kemudian mematikan lampu dalam Masjid.

Menginap di Masjid

Saya sempat menemuinya untuk kemudian meminta izin menginap dan ternyata diperbolehkan. "Silakan saja, mas.. banyak kok yang menginap di sini, tapi tolong jaga kebersihan dan kalau bisa tidurnya di teras saja serta jangan lupa sholat, ya.." begitu jawabnya.

Singkat cerita, selama hampir sebulan penuh saya jika malam menginap di Masjid tersebut, sementara siang harinya berjalan ke mana saja sembari mencari pekerjaan dengan cara menawarkan diri ke warung makan, toko pakaian termasuk ke pasar batik seperti yang sebelumnya pernah disarankan oleh orang yang saya jumpai saat pertama kali saya sampai di Solo.

Namun sepertinya nasib baik belum berpihak kepada saya sehingga belum juga mendapat pekerjaan. Lalu bagaimana kalau mau makan? Alhamdulillaah.. ada saja rejekinya, salah satunya adalah selalu ada saja orang datang ke Masjid dengan membawa makanan yang memang sengaja diberikan untuk yang sedang merantau dan menginap di Masjid atau pernah juga saya diberi uang dan makanan saat mencoba melamar pekerjaan.

Hingga pada suatu hari, ada seseorang yang datang menghampiri saya kemudian mengajak ngobrol. Setelah beberapa jam mengobrol, orang tersebut menawarkan sebuah pekerjaan di tempat kenalannya di daerah Pasar Kliwon.

"Tapi saya tidak menjanjikan pekerjaan yang mungkin enak, mas.. apa sampean mau kalau nanti yang dibutuhkan ternyata adalah tukang kebun, misalnya?" Enggak apa-apa, mas.. saya mau saja walaupun nanti jadi pembantu di rumah juga saya mau". Oh, ya sudah besok kita sama-sama kesana, ya.."

Seperti itulah kira-kira percakapan akhir yang membuat saya merasa lega dan bersyukur karena ada peluang untuk mendapatkan pekerjaan.

Dan seperti yang dijanjikan oleh orang tersebut, esok harinya selepas sholat subuh kami berangkat ke Pasar Kliwon dengan berkendara motor dan bertemulah dengan pemilik rumah yang ternyata adalah dari keturuan Arab.

Singkatnya, setelah kami mengobrol panjang lebar.. saya ditawari untuk bekerja di sana sebagai penjaga sarang burung walet. Waktu itu gaji yang ditawarkan adalah Rp. 80.000 dalam sepekan. Cukup lumayan besar buat saya.

Maka jadilah saya terima pekerjaan itu dengan kegiatan kalau malam hari selepas sholat maghrib mulai jaga sarang burung walet dan kontrol sekitar sarang hingga jam 06.00 WIB. Setelah itu saya bisa beristirahat hingga siang atau sore harinya.

Selain gaji pekanan, saya juga disediakan tempat di sebelah sarang burung walet berupa sebuah kamar untuk tinggal dan kalau untuk makan sehari-hari juga disediakan oleh pemilik sarang burung walet tersebut.

Apakah Ada Kegiatan lain selain Jadi Penjaga Sarang Burung Walet?

Alhamdulillaah ada. Karena lama-lama terbiasa bergaul juga dengan warga sekitar yang memang kebanyakan orang Arab. Maka saya terus punya beberapa kenalan baru. Bahkan singkat cerita setelah kurang lebih setahunan saya tinggal dan bekerja di sana, saya juga bisa memiliki pekerjaan baru saat siang hari di counter handphone.

Penutup Cerita

Itulah sedikit cerita tentang kisah pengalaman saya pernah bekerja menjadi penjaga sarang burung walet milik orang Arab di kota Solo. Banyak detail cerita dan pencapaian saya yang lain namun tidak semua saya posting dan saya ceritakan di sini.

Semoga sekilas pengalaman saya ini bisa menjadi inspirasi dan penyemangat terutama bagi yang sedang mengalami kondisi kurang menguntungkan dan belum punya pekerjaan. Terus saja berusaha dan jangan pernah menyerah, karena jalan kebaikan Insya Allah akan selalu tersedia jika kita tetap mau berusaha untuk mewujudkannya.

Aset Digital Marketing

2 komentar

✔ Silakan bebas berkomentar sesuai dengan topik pembahasan di artikel ini.
✔ Centang kolom Beri Tahu Saya/Notify Me untuk mendapatkan notifikasi respon komentar.
  1. perjalanan akan membuat seseorang lebih tangguh kang... kalau kata orang sunda mah moal boga peurah lamun teu peurih

    BalasHapus