Kalau tidak salah mengingat, pengalaman kuliah tak selesai malah ngamen sampai ke Bali ini saya dapatkan sekitar tahun 1998. Berawal dari pernajalan masuk ke jenjang pendidikan tingkat perkuiahan selepas SMA. Namun karena satu dan lain hal, maka kuliah tidak dapat berlanjut dengan sempurna hingga selesai, berikut adalah kisah singkatnya :)
ilustrasi pengamen jalanan di luar negeri oleh pixabay |
Awal Masuk Kuliah di Bandung
Entahlah.. saya sendiri waktu itu niatnya tidak akan kuliah karena melihat kemampuan keluarga dan lain sebagainya, saya bahkan sudah berencana melamar beberapa peluang pekerjaan selepas lulus SMA.
Namun Ibu saya (almarhumah) waktu itu tetap keukeuh untuk mencoba kuliah dengan biaya yang akan diusahakan semampunya. Maka jadilah saya walaupun dengan sedikit terpaksa namun tetap mencoba untuk mendaftar di beberapa kampus di Bandung.
Singkat cerita, saya lolos di dalah satu sekolah diploma poltek ganesha itb bandung waktu itu. Saat ke Bandung sembari mencari tempat untuk tinggal saya kebetulan diantar oleh Ayah saya (almarhum).
Dan karena pada saat itu sepertinya belum punya biaya untuk mencari kos dan juga biaya untuk persiapan dan beberapa bulan selama kuliah di sana, maka tempat yang pertama dikunjungi waktu itu adalah rumah salah satu keluarga yang tinggal di Cimahi. Tujuannya adalah untuk meminta bantuan dan juga tempat tinggal sementara jika dimungkinkan.
Entah apa alasannya, sepertinya maksud Ayah saya tersebut waktu itu tak tercapai, walaupun Alhamdulillaah kami mendapatkan bantuan berupa biaya sebagai bekal untuk beberapa bulan. Dan akhirnya menemukan tempat di daerah Ciumbuleuit untuk tinggal yang kebetulan juga gratis karena masih teman dekat dengan salah satu keluarga kami di Sumedang.
Beberapa bulan berlalu, kuliahpun berjalan seperti biasanya. Namun setelah selang beberapa lama, saya merasa kurang nyaman dengan hidup seperti itu, malu dan merasa tidak enak hati walaupun sebenarnya mungkin yang direpoti untuk saya ikut tinggal tidak ada masalah dengan kondisi tersebut.
Maka di sela-sela waktu kuliah, saya mencoba untuk mencari pemasukan tambahan dengan berbagai cara, seperti mengamen dan bergabung di sebuah sanggar kesenian yang akhirnya bisa mendapat penghasilan dengan cara menjual karya atau saat ada pementasan seni teater.
Nampaknya, penghasilan saya waktu itu jauh melebihi dari uang yang terkadang dikirim kadang juga tidak dari Ayah saya. Maka karena biaya kuliah pun tersendat dan rasa tidak enak saya selama tinggal di tempat sebelumnya, akhirnya saya memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah secara sepihak dan meneruskan berkegiatan berkesenian di sanggar seni tersebut.
Hasilnya, sesekali bahkan saya bisa pulang dengan biaya sendiri dan membawa uang walaupun sedikit untuk sekedar diberikan kepada Ibu saya waktu itu.
Beberapa Kegiatan di Bandung Setelah Tidak Kuliah
Adapun beberapa pengalaman kegiatan yang pernah saya dapatkan selepas tidak melanjutkan kuliah di Bandung antara lain adalah:
- Menjadi band pendamping konser Anang & Krisdayanti di Bandung
- Sempat akan membuat album musik tapi tidak berhasil karena kurang dana
- Menjadi sutradara pementasan teater "Mimpi Yang Bicara" naskah karya Nana G Mulyana
- Menjadi tenaga didik non guru ekstrakurikuler dramaturgi di salah satu SMA swasta di Bandung
- Menjadi koordinator pemain figuran dan main di sinetron kupu-kupu ungu episode ke-9 dengan pemain utama Nurul Arifin dan Gito Gilas
Akhirnya Punya Pengalaman Ngamen di Bali
Bahkan beberapa kegiatan seperti produksi teater, kerajinan seni dan mengajar sempat mendadak terhenti waktu itu. Salah satu yang masih bisa menopang hidup saat itu adalah dari mengamen di jalanan, saya waktu itu mengamen di seputaran Bandung Indah Plaza hingga ke dago pakar.
Sampai suatu saat, ketika melepas lelah bersama teman pengamen lain, biasanya saya ngobrol kesana kemari. Lalu salah satu dari teman kami mempunyai usul: "ini kan krisis moneter, berarti uang dolar kan nilainya tinggi, bagaimana kalau kita ngamen ke Bali saja, di sana kan banyak orang bule".
Dengan pemikiran yang sama, saya pun menyambut usulan tersebut dengan antusias. Maka jadilah kami (waktu itu yang mau hanya bertiga) untuk berangkat mengadu nasib dengan cara mengamen di Bali.
Berangkat ke Bali pakai kereta terusan dari PJKA
Sesampainya di Denpasar, kami langsung ngamen di lampu merah dan sempat didatangi oleh petugas kepolisian yang tertanya di sana itu tidak boleh ada pengamen di lampu merah wkwkw.. tapi Alhamdulillaah saat itu sudah cukup mendapatkan uang yang bisa digunakan untuk makan dan minum serta kebutuhan lain selama untuk 24 jam kedepan :)
Perjalanan kami selanjutnya adalah mencoba ke Ubud. Pertama.. karena kebetulan di sana ada teman kami yang juga seniman dan pelukis yang kebetulan sudah lama tinggal di bali, jadi rencana kami akan menginap di sana untuk beberapa hari, jika diperbolehkan :)
Kedua.. di Ubud setahu kami waktu itu penuh dengan wisatawan asing yang juga masih muda bahkan katanya banyak pelajar di sana dan juga banyak tersedia kafe di pinggir jalan. Jadi kami kira pasti cocok untuk daerah pertama yang dicoba untuk mengamen.
Dan benar juga, hasilnya cukup luar biasa..!! sehari dua hari pertama saja, kami mengamen di sepanjang ubud bisa mendapatkan penghasilan kotor hingga Rp. 600ribuan! hasil yang cukup fantastis di jaman era krisis moneter waktu itu.
Karena keasikan mengamen, bahkan pernah kami keterusan sampai akhirnya sampai ke pantai kuta dengan berjalan kaki kemudian menginap bebas di pinggir pantai. Ternyata malamnya banyak juga bule yang nongkrong bahkan banyak juga yang sepertinya pacaran. Maka secara bergantian, malamnya kami mengamen di sepanjang pantai kuta dengan hasil yang luar biasa! :)
6 Bulan Mengamen Lalu Pulang Kampung
Dan Alhamdulillaah.. beberapa hasi sebelum kami pulang, kami bertiga menghitung dan membagi uang hasil dari mengamen tersebut. Ternyata setelah dibagi rata, masing-masing dari kami bisa mendapatkan uang sebesar Rp. 6.000.000,- hmm.. besar, ya?! :)
Saya bahkan waktu itu bisa membeli oleh-oleh berupa pakaian khas bali untuk Ibu dan adik saya sebanyak satu koper, bahkan kopernya juga baru! Wah.. luar biasa sekali perasaan saya waktu itu. Maka pulanglah kami ke kampung halaman masing-masing dengan perasaan bangga, bahagia dan gembira.
Alhamdulillah ya
BalasHapuspunya orang tua yang memberikan dukungan walau pas pasan
aduh, saya dulu ingin banget kuliah, nilai sangat mendukung, ingin banget ke itb bandung
tapi apa daya, orang tua tidak mensuportnya
ah hanya sebuah angan-angan jadinya, hahaha
Iya mas.. Alhamdulillaah... ya sebagai cerita kisah masa lalu saja :)
Hapus