Singkatnya, saya pernah punya pengalaman baik saat menjalani hidup berdua bersama isteri tercinta di kota Jogja. Mulai dari menikah hingga akhirnya bekerja dan harus keluar dari pekerjaan karena intens merawat Ibu yang saat itu sakit diabetes sehingga harus terjadwal cuci darah sepekan sekali di RS Sarjito Yogyakarta.
Pengalaman Hidup di Jogja
Sebagai aktivitas pendukung karena sudah tidak bekerja, kebetulan saat itu saya mulai membangun usaha sendiri di rumah kontrakan. Apa saja dijalani, mulai dari saya mencoba jualan online hingga menjual produk makanan rumahan yang dibuat oleh isteri saya.
Alhamdulillaah usaha tersebut sempat membuahkan hasil yang lumayan sehingga cukup untuk menghidupi keluarga kecil saya. Hingga akhirnya tepat setahun sebelum pandemi covid berlangsung, saya beberapa kali terkena tipu oleh pesanan di salah satu usaha yang saya jalankan.
Mulai saat itulah keadaan ekonomi terus menurun bahkan hingga saya tak mampu lagi untuk menyewa rumah kontrakan. Berbagai ikhtiar sudah dilakukan agar bagaimana caranya bisa memiliki tempat tinggal sementara. Mulai dari mencari kos, meminta bantuan teman siapa tahu ada tempat yang bisa saya tinggali sembari merawat tempat tersebut dan macam-macam usaha saya tempuh saat itu.
Alhamdulillaah... akhirnya saya bisa menerima kebaikan dari salah satu keluarga dekat kontrakan saya sebelumnya untuk menempati hunian berupa kos-kosan dan ada satu rumah induk yang kebetulan saat itu masih kosong tidak ada yang menempati.
Maka jadilah saya dan isteri tinggal di tempat tersebut sembari membantu menjaga dan mengawasi kamar kos yang saat itu baru ditempati oleh 3 orang. Biasanya saya kalau pagi membersihkan kos-kosan seperti menyapu, mengepel hingga membuang sampah dari setiap kamar kos.
Sebagai kegiatan tambahan, saya aktif di Masjid yang kebetulan bersebelahan dengan tempat tersebut. Sejalan dengan waktu, saya akhirnya punya kesibukan di Masjid tersebut seperti mengumangkan Adzan dan juga menjadi salah satu pengurus di bidang humas. Demikian juga dengan isteri saya, sering mendapatkan pesanan makanan dan jajanan untuk acara masjid seperti pengajian, snack untuk TPQ dan lain sebagainya.
Ditambah juga dengan usaha kami yaitu mencoba menitipkan snack di beberapa warung yang menjajakan makanan ringan di sekitar tempat kami tinggal saat itu. Karena saya juga sedikit aktif di lingkungan masyarakat, maka saya mendapat kesempatan untuk bergabung juga bersama pengurus RT dan RW setempat di bidang IT dan Teknologi yang salah satu hasilnya saya bisa mengusulkan membuat program pemasangan cctv untuk pantauan warga sekitar.
Saat Pandemi, Saya Hidup dari Bantuan Sosial dan Blog
Salah satu kondisi yang masih bisa membuat saya bertahan hidup saat itu adalah dengan menjadi relawan tim kubur cepat dan juga menerima bantuan dari mana saja, seperti bantuan dari pemerintah atau elemen dan lembaga masyarakan dan sosial yang ada di kota Jogja.
Dan Alhamdulillaah.. selain dari bantuan sosial saya juga bisa sedikit punya penghasilan tambahan dari blog yang kebetulan saya "hidupkan" kembali saat itu. Seringnya menerima beberapa job review, ulasan produk hingga penempatan konten dan backlink membuat pundi-pundi keuangan sedikit banyak terbantu.
Saya Akhirnya Hijrah ke Bogor
Terlalu Lama Menempati Hunian
Saya sendiri selalu melakukan izin ulang setiap tahun, takutnya sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk apa begitu, kan. Walaupun secara ekonomi memang nyatanya belum mampu untuk sewa kontrakan sendiri. Jadi sebenarnya saya sendirilah yang merasa tidak enak hati karena sudah terlalu lama menempati hunian tersebut.
Kondisi Kesehatan yang Semakin Menurun
Mau checkup tidak punya biaya, dan kalau melakukan pemeriksaan lengkap saya sudah merasa pasti akan banyak penyakit yang ketahuan dan akhirnya biasanya harus pengobatan rutin bahkan mondok di rumah sakit. Kalau itu terjadi, bagaimana dengan biayanya?
Tidak Ada Pemasukan
Sama halnya dengan blog dan juga jasa aset digital marketing yang saya tawarkan. Makin hari makin berkurang saja. Bahkan beberapa kali saya sempat berhutang ke teman dan keluarga atau ke warung terdekat sekedar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Beberapa hal seperti itulah yang menjadikan saya dan isteri kemudian berembuk berdua untuk mencoba mencari peluang sebagai solusi. Akhirnya kita mencoba untuk memutuskan hijrah ke tempat yang dekat dengan keluarga atau bahkan menempati hunian bersama keluarga untuk sementara waktu.
Sebelum ke Bogor, saya dan isteri mencoba ke keluarga yang berada di Semarang. Namun sepertinya belum mendapatkan peluang atau bahkan solusi untuk kami berdua. Saya juga tidak menyalahkan, toh kalau memang kondisinya seperti itu, saya bisa apa?
Terus di Bogor Sekarang Ngapain?
Karena kebetulan ada ruko yang sedang "nganggur" dan boleh kami tempati, jadi pertimbangan saat itu adalah memulai merintis usaha di bidang kuliner sembari menitipkan ke warung-warung sekitaran. Bahkan kami sudah mendapatkan 2 tempat yang memperbolehkan untuk dititipi jajanan waktu itu.
Namun rencana sedikit berubah, saat saya pindah ke Bogor beberapa bulan kemudian saya malah sakit dan harus dirawat di RSUD kota Bogor selama sekitar 2 pekanan. Sudah terbayang modal yang walaupun hanya sedikit yang waktu itu kami bawa akhirnya habis untuk biaya pengobatan dan lain sebagainya.
Untung saja di sana ada keluarga yang kemudian membantu kami untuk membayar denda BPJS dan akhirnya biaya pengobatan rawat inap menjadi gratis. Padahal dengan sakit yang saya alami, bisa habis hingga puluhan juta jika menjadi pasien umum tanpa jaminan kesehatan yang berlaku.
Setelah masa pengobatan dan terapi berakhir selama 6 bulan, saya mulai merintis usaha jualan di warung secara offline maupun online. Namun sepertinya kondisi berkurangnya daya beli masih berlangsung hingga saat ini dan memang saya agak sedikit kesulitan untuk terus berjuang dengan tanpa modal sama sekali.
Posting Komentar
✔ Centang kolom Beri Tahu Saya/Notify Me untuk mendapatkan notifikasi respon komentar.